Wednesday, September 24, 2014

Prompt #63 : Maling

Aku suka sekali pada Bran.

Aku sudah mengasuhnya sejak dia lahir, melihatnya merangkak dan berkembang. Waktu dia masih kecil sekali, dia sudah manja padaku, dia akan menempelkan telinganya pada badanku lalu bersuara riang pada induknya. Aku suka sekali pada Bran, dia imut dan menggemaskan. Begitu sudah besar nanti dia akan jadi sumber makananku yang setia.

Pada sore hari begini, induk Bran akan membiarkannya bermain bebas di atas lantai. Bran akan berguling-guling dan bermain denganku. Yang perlu kulakukan hanya berbaring malas dan biar dia bersenang-senang sendiri. Satu hal terenak di dunia ini adalah saat bersantai setelah makan ikan tuna, dan semakin enak setelah tangan-tangan kecil Bran memijit punggungku.

Tapi …

Aduh! Si kecil Bran mulai bisa main kasar. Rambutku ditarik-tarik dan telingaku digigiti. Untung dia masih bayi sehingga giginya belum tumbuh semua.

Wah, serius deh, ini sudah gak asik lagi, Bran.

Heh, minggir! Jangan tarik-tarik rambutku seperti itu, sakit!

Wadaw, dia mulai menarik telingaku sekarang!

Saatnya kabur!

Kudengar suara tangis Bran yang tertinggal di ruang tengah, ada rasa bersalah sih membuatnya menangis. Tapi kalau tidak pergi bisa-bisa aku gundul nantinya. Punggungku masih sakit, kujilati dulu sebentar.

Sebuah bayangan besar menutupi seluruh tubuhku. Itu siluet Kiki, induknya Bran. Dia sedang berdiri di belakangku, diam saja. Wah, ada apa yah, Kiki? Dia hanya berdiri saja sambil menatapku, ia menatapku lurus dengan mata hijaunya. Oh, tidak! Apa yang sudah kulakukan? Pertama kali Kiki seperti ini, aku buang air di dalam rumahnya, dan terakhir kali dia begini, aku tidak sengaja menyenggol pot bunganya sampai pecah.

Sekarang kenapa, Ki? 
“Miaw?”


“Oscar, kamu mencuri tuna di atas meja makan?” tanyanya dengan bahasa manusia. 
Andai aku tahu apa yang sedang dikatakannya.


Thursday, September 18, 2014

Slice of Motivations


  • I’m gonna show you how great I am! Only last week, I murdered a rock, injured a stone, hospitalized a brick – I’m so mean I make medicine sick!
  • All you chumps are gonna bow when I whoop him, all of you, I know you got him, I know youve got him picked, but the mans in trouble, Ima show you how great I am.
It took some time until I figure it out; which one is right, which one is wrong.
One thing for sure, I will listen to my heart because I believe it won't betray me
I will never give up and I believe I will reach the top
I will win my life for sure




I don't care if you think that I'm a mistake, or failure.
I will do what I believe is right,
and fight your incompetence and arrogance.
I will step my life full of courage,
and show you that I am right
I'm gonna show you how GREAT I am!
  • I’m gonna show you how great I am! I’d huv wrestled with an alligator, I’d huv tussled with a whale, I’d huv hand-cuffed lightnin’, put thunder in jail!
  • I am the greatest! I'm the greatest thing that ever lived. I don't have a mark on my face, and I upset Sonny Liston, and I just turned twenty-two years old. I must be the greatest.
     

[Hiburan] Judge Judy

Perkenalkan tontonan baru gue ... Judge Judy!!




Sekilas nenek-nenek 71 tahun ini cukup annoying buat gua, tidak lain karena dia sangat sotoy!! Sok tau!! Gak dengerin orang ngomong, ngerasa udah tau persis kasusnya gimana. Tapi waktu nonton full episodenya, gua langsung dapat impresi kalau Judge Judy ini memang sangat berpengalaman. Otaknya sangat encer dan logis, dia tahu apa yang sedang dia lakukan dan mengambil keputusan tegas tanpa ragu ... dan paling penting, dia tidak kehilangan selera humornya.

"I don't care with stories!"





Beruntung karena Youtube punya episode-episodenya (sekalipun gak yakin full dari season 1 atau nggak), dan kalau kesulitan mengikuti omongan orang-orang di video itu, tinggal nyalakan subtitle. Mengenai subtitle youtube ini memang gak akurat, tapi setidaknya cukup membantu memahami kira-kira apa yang sedang dibicarakan.



 
Buat yang ingin coba nonton, ini channelnya : JudgeJudy









[Prompt #62] Hari yang Telah Berlalu


Pedang samurai di tanganku sudah terhunus. Kuhadapi wanita berambut ikal di hadapanku, wajahnya pucat dengan maskara luntur di wajah. Saat ia menyeringai, aku jadi teringat pada pasien sakit jiwa. Mungkin jiwanya memang sedang sakit.
“Andai kau bisa melihat seperti apa wajahmu sekarang, Stella ...”
“Lucu sekali, Adelaine. Aku melakukan ini semua dalam keadaan sadar, bukankah sudah sering kukatakan padamu bahwa hidup itu sia-sia? Pada akhirnya kita semua akan mati juga, kenapa tidak sekarang saja?”
“Tapi jangan bawa-bawa mereka yang lebih bisa menghargai hidup! Kenapa kau bunuh Krista?! Edward hanya seorang lelaki, masih banyak yang lebih baik darinya!”
“Sudah jangan kebanyakan omong. Kau bersamaku atau melawanku?”
“Tidak mungkin aku mendukung impian maniakmu itu!”

“Jadi beginilah akhirnya.” Stella menghunus samurainya dan maju menyerangku. Mungkin dia akan membunuhku, tapi bukan tanpa perlawanan. Stella, andai kau tahu betapa rindu aku pada hari-hari itu; dimana kita duduk bertiga bersama Krista, membicarakan hal-hal yang manis.

Wednesday, September 17, 2014

Cerpen remake 2014 : Beringin Mawar

Beringin Mawar
Genre : Fantasy

William Spirits duduk di pinggir sawahnya sambil mengipasi tubuhnya yang berkeringat dengan topi jerami. Ia akan beristirahat sebentar sebelum berjalan kaki mengambil air di sumur desa tetangga. Saat itulah dia melihat iring-iringan kereta kuda dan duduk di atas kuda itu, seorang lelaki yang akrab dikenalnya.

"Hei, Shion. Kenapa kau bawa semua barang dan keluargamu? Sungguh kau mau meninggalkan tanah tempat ayahmu dikuburkan? Bukankah sebagai anak yang berbakti kita wajib menjaga makam keluarga kita?" tegur Will.

"Will, aku tidak bisa hidup di sini. Aku tidak peduli arwah ayahku akan marah atau mengamuk dan mengutukku. Tapi aku punya anak-anak yang butuh makan dan hidup layak. Kau juga sebaiknya meninggalkan tanah ini, sahabatku. Seingatku kau punya cucu untuk diasuh, bukan?" jawab Shion.

"Tidak bisa. Aku lahir di sini, ayah dan ibuku meninggal di sini. Bagiku tempat ini sangat istimewa, aku tidak mungkin meninggalkannya. Bila aku harus mati, aku ingin mati di sini." Jawab Will.

"Jangan egois, Will, cucumu mau makan apa?"

"Dia darah dagingku, dia akan bertahan seperti aku bertahan di sini. Seorang Spirits tidak akan menyerah dalam keadaan sesulit apapun."

"Baiklah bila itu pilihanmu, sahabatku, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik bagimu."
Demikianlah akhirnya Will melepas kepergian sahabatnya, Shion.

Moses Spirits masih berumur empat tahun saat kakeknya berpisah dengan Shion. Dia sedang membakar sampah saat menemukan sebutir benih yang tidak pernah dia lihat sebelumnya di sudut sawah kakeknya. Benih itu keemasan, mengingatkannya pada butiran biji jagung. Bila terkena cahaya akan berkilau dan sekalipun tergenang lumpur, benih itu tidak bisa kotor. Moses kecil sudah tahu bahwa benih ini istimewa sehingga saat kakeknya mengulurkan tangan meminta benih tersebut, Moses menahannya kuat-kuat.

"Ini milikku!"

"Ini ladangku, maka benih itu adalah milikku."

"Tapi kau akan mewariskan ladangmu untukku bila kau sudah meninggal nanti. Jadi apa bedanya bila aku memilikinya sekarang?"

"Banyak." Jawab Will, "akan ada banyak perbedaan yang kau temukan saat aku menanamnya daripada kau memilikinya."

"Aku akan menanamnya."

"Tapi kau tidak tahu benih apa itu."

"Aku akan mengetahuinya bila dia sudah tumbuh." Moses mengeruk tanah dengan tangan kecilnya dan mencemplungkan benih itu ke dalam lubang tersebut. Ia menutupnya kembali dan menandai tempat tersebut dengan sebatang papan. "Aku akan tahu bila kau mencurinya dariku."

Melihat cucunya bergegas untuk pergi ke sumur mengambil air, Will mengikhlaskan benih yang telah lama dinanti kemunculannya itu. Will ingat dulu dia pernah bertemu dengan gadis yang sangat cantik dan kelaparan. Saat itu Will hanya punya roti gandum yang dibuatnya dengan susah payah, namun karena kasihan dia memberikan roti itu untuk gadis tersebut. Sebagai ungkapan terima kasih, gadis itu bersedia mengabulkan satu keinginan Will. Dia sudah cukup tua untuk meminta harta dan dunia, maka Will meminta agar musim kering ini berakhir sehingga setelah dia meninggal kelak, cucunya bisa memiliki tanah yang subur untuk ditinggali dan indah seperti surga di atas bumi.

"Suatu hari, aku akan meletakkan sebutir benih legenda di tengah sawahmu. Temukan benih itu dan tanamlah, pelihara sampai dia berbuah dan keinginanmu akan terkabul." Demikian kata gadis cantik itu sebelum menghilang.

Sembilan tahun berlalu setelah peristiwa misterius itu, selama itu Will mengais ladangnya untuk melihat apakah ada benih aneh yang belum pernah dilihatnya. Kadang ia merasa kesal karena gadis cantik itu tidak memberitahu seperti apa ciri-ciri benih tersebut. Ternyata cucunya menemukan benih itu dengan begitu mudahnya. Setidaknya Moses menanam benih itu di sawahnya sehingga diam-diam dia bisa ikut merawat.

Karena kekeringan panjang, tidak ada sumber air di desa tempat Will tinggal. Maka untuk mengambil air dia harus ke desa sebelah dan mengantre. Moses tidak pernah sesemangat ini. Bocah empat tahun itu membawa ember penuh dengan air di tangannya, sambil bernyanyi dengan suara sumbang, dia pulang ke sawah bersama Will yang membawa ember lain. Bocah itu menumpahkan isi ember begitu saja di atas titik dia menanam benihnya.

"Hati-hati jangan sampai membanjir, nanti busuk!" tegur Will.

“Benih ini akan kujadikan pohon beringin yang kuat dan kokoh! Maka dari itu dia butuh banyak air!” kata Moses.

"Darimana kau tahu itu pohon beringin? Aku sendiri tidak tahu itu akan tumbuh menjadi apa."

"Karena aku ingin seperti itu. Aku ingin beringin."

"Tapi bisa saja dia tumbuh menjadi bunga, atau rumput, atau tanaman merambat seperti anggur."

"Kalau begitu bukan tidak mungkin bila dia tumbuh menjadi beringin!"

Kekesalan Will menjadi tawa, mungkin karena melihat kepolosan di wajah cucunya yang masih belia, betapa lugu jalan pikirannya. Tapi bakat kekeras-kepalaannya sudah terlihat jelas. Biasanya orang keras kepala berpotensi untuk menjadi orang rajin dan tekun, seperti dirinya.

"Jangan bandel, dengarkan orang yang sudah berpengalaman. Nanti kamu rugi sendiri."
Suatu hari, Moses memergoki kakeknya sedang mencoba untuk menggali tanah tempat dia menanam benih tersebut. Bocah itu berteriak dari dalam rumah, sampai dia berlari ke tempat Will dan marah-marah. "Kakek, kau jangan membunuh benihku!"

"Aku tidak membunuh benihmu."

"Kenapa kau menggalinya?!"

"Perhatikan baik-baik, Moses. Tempat ini sangat buruk, karena sangat kering. Dan di tempat yang sangat buruk ini, tempatmu menanam benih ini adalah tempat terburuknya. Ini adalah tempatku membakar sampah, tanah di sini sangat buruk dan benih ini tidak akan hidup lama bila kau bersikeras."

“Jadi benih yang kau bilang istimewa ini harus tumbuh di tempat tertentu, seperti tempat yang subur, tempat yang banyak air, tempat yang terjaga? Apanya yang istimewa? Ia sama seperti benih-benih lainnya.”

Will terkejut dengan ucapan Moses barusan. Mengesampingkan keegoisan yang sangat terasa dalam ucapannya, namun Moses benar. Bila benih ini istimewa, dia bisa tumbuh di mana saja dalam keadaan apapun. Tapi ini masih hari pertama, Will masih punya kesempatan untuk menyelamatkan benih ini dan mewujudkan impiannya. Tapi dia harus cepat memutuskan apakah dia harus mendengarkan cucunya, atau mengikuti kata hatinya.

"Oke, terserah." Will menyerah. Cucunya jauh lebih keras kepala daripadanya.

Tapi menyerah bukan berarti mundur. Setiap hari Will mengawasi tempat benih itu ditanam dan mulai mengganti lokasi untuk membakar sampah. Moses dengan tekun menyirami benih itu, setelah itu dia akan nongkrong dekat benih itu ditanam dan mengajaknya bicara seperti, "kalau kamu sudah jadi beringin nanti, aku bisa tidur di bawah dedaunanmu. Atau dahanmu bisa kutebang untuk membangun rumah yang lebih besar daripada punya kakek."

Satu minggu, dua minggu, tidak ada tunas yang menyembul keluar dari tanah. Mereka menunggu lagi sampai tiga bulan, tetap tidak ada tanda-tanda kehidupan. Will kembali berniat untuk memindahkan benih itu, tapi Moses akan berteriak dan menangis. Will tidak suka melihat cucunya menangis, karena itu akan membuatnya merasa seperti seorang yang memaksakan kehendak. Setahun berlalu, masih tidak ada tanda kehidupan. Moses kehilangan semangat untuk memelihara tanamannya dan menemukan hobi lain; berburu binatang di padang rumput. Harusnya ini kesempatan bagi Will untuk memindahkan benih itu, bukan? Tapi dia tidak melakukannya. Dia sudah putus asa, yakin bahwa benih itu sudah mati.

Tidak ada dari mereka berdua yang menyadari apa yang sedang terjadi pada benih itu. Rupanya air begitu sulit ditemukan di bawah tanah sehingga dia butuh waktu yang sangat lama untuk membelesakkan akarnya dalam-dalam ke perut bumi. Perjuangan jadi semakin sulit setelah menemukan lapisan tanah sekeras batu, akarnya harus tumbuh dengan sabar untuk menembus batu tersebut hingga akhirnya menemukan air.

Sepuluh tahun berlalu, baik Will dan Moses sudah lupa dengan benih itu. Will semakin tua dan Moses sudah menjadi seorang remaja, suaranya sudah berubah menjadi semakin berat dan keras. Dengan suara seperti itulah dia berteriak memanggil Will untuk melihat ada tunas yang tumbuh dari tempat dimana sepuluh tahun lalu dia menanam benih istimewa tersebut.

Moses kembali rajin bolak-balik sumur dan sawah untuk mengambil air. Setiap kali menyiram, dia berbisik pada tunas tersebut, "tumbuhlah jadi beringin yang besar sehingga aku bisa membangun kapal untuk berlayar pergi mencari tanah yang lebih subur."

Lima tahun berlalu dan benih tersebut menunjukkan identitasnya. Daripada tumbuh lurus ke atas, batangnya merayap di atas tanah ditumbuhi dedaunan. Tidak butuh seorang jenius untuk mengetahui bahwa itu bukan beringin. Moses sangat kecewa sehingga tidak bisa mengatakan apapun, ia bahkan tidak mau melihat kakeknya.

“Kelihatannya benih unggulan ini adalah semacam mawar. Kurasa tidak mungkin ia menjadi beringin seperti yang kau inginkan.”

Kekecewaan Moses akhirnya meledak, "kenapa kau tidak bilang dari dulu? Lima belas tahun aku membuang waktu hanya untuk menyirami bunga! Aku ingin beringin, aku ingin kayu, agar aku bisa membangun kapal untuk meraih kebebasan yang layak kudapatkan!"

Will terkekeh meledek cucunya yang sedang marah, "kau tidak akan kecewa kalau saat itu menyerahkan benih tersebut padaku. Aku sudah tahu sifatmu yang selalu berubah-ubah. Sebentar mau ini, sebentar mau itu, tidak bisa mendengarkan orang lain, merasa paling tahu dan keras kepala. Coba kalau saat itu kau mendengarkanku."

"Ini omong kosong!" Moses menginjak-injak tanaman mawar itu hingga hancur berantakan.

"Hei, hei! apa yang kau lakukan?! Kau bisa membunuhnya!" Will cepat-cepat mendorong cucunya untuk menyelamatkan tanaman itu.

"Bunga, itu cuma bunga. Kau lihat dong tempat apa ini? Ini adalah tempat kering yang tandus. Kita butuh pohon yang bisa berbuah atau tanaman yang bisa dimakan. Apa gunanya bunga di tempat macam ini? Kau hanya pemimpi, Kakek. Dan untuk hidup, kita tidak butuh mimpi, kita butuh makanan!" Moses pergi meninggalkan kakeknya dan tanaman tersebut.

Moses benar, yang dia katakan sepenuhnya benar dan masuk akal. Tapi melihat tanaman bunga itu, Will kembali teringat pada gadis cantik yang dulu diberinya roti gandum. Dia masih ingat janji gadis itu padanya, bahwa dia akan memberi jalan bagi Will untuk mewujudkan impiannya; memberikan tanah yang indah dan layak huni bagi keturunannya setelah dia mati kelak. Gadis itu sudah menepati janjinya, memberikan benih unggulan padanya. Apapun jadinya benih itu nanti, dia percaya impiannya akan tercapai. Suatu saat... bila dia terus bekerja keras memelihara tanaman tersebut.

Berdasarkan kepercayaan tersebut, Will merawat tanaman yang sudah tercabik-cabik itu. Orang-orang yang melihat keadaan mawar rusak itu menasihati Will untuk menyerah saja. “Ia sudah mati, lakukanlah hal lain yang lebih berguna.”

"Tidak bisa." Will terbatuk. Belakangan ini tubuhnya mulai melemah, dia sudah tidak sekuat dulu. Waktunya makin menipis untuk mewujudkan impiannya. "Mawar ini ingin hidup. Aku yakin itu."

"Kau mulai berhalusinasi, Will."

"Tidakkah kau lihat getah bening yang berkilauan keluar dari batangnya yang terkoyak? Kau pikir itu apa? Itu adalah hasrat, keinginan. Dia ingin hidup dan memintaku untuk membantunya tumbuh. Aku bisa mendengar bisikannya langsung ke hati nuraniku."

“Aku harap kelak kau sadar dari tidurmu dan melihat segalanya hanyalah ilusi, Will.” Mereka meninggalkan petani tua itu sendirian dengan tanamannya yang terkoyak.

Sore itu matahari sudah bersiap untuk masuk ke peraduannya, Will tua duduk di sebelah tanaman mawar yang mulai menyembuhkan diri. Seseorang datang membawa seember air dan menuangkannya ke atas tanaman mawar tersebut.

“Hei, hei, jangan banyak-banyak, nanti busuk!” tegur Will pada pemuda itu.

“Tidak apa-apa. Dia bisa tumbuh di tanah buruk walau butuh waktu yang sangat lama. Dia tidak akan membusuk hanya karena terlalu banyak air.”

Will menerima uluran tangan Moses dan keduanya kembali berbicara lagi. Sejak hari itu, Moses akan mengambil air untuk menyirami tanamannya. Suatu ketika saat sedang menyiram tanaman, seorang gadis cantik melewati persawahan mereka dan menegur Moses. Dia manis sekali, ember di tangan Moses terjatuh begitu saja hanya untuk membalas lambaian gadis manis itu. Pemuda itu tidak sadar embernya jatuh dan tumpah sehingga dia harus kembali lagi ke desa tetangga untuk mengambil air. Tapi pemuda itu tidak keberatan, ia bahkan bersenandung ringan sambil tersenyum-senyum.

“Tumbuhlah dengan baik dan berbungalah, aku akan memetik bunga-bungamu untuk diberikan pada Mona.” Ujarnya saat kembali lagi ke sawah.

Mawar tumbuh subur, batangnya semakin kokoh sehingga menjulang ke atas. Daunnya tidak berwarna hijau, namun semerah darah dan bentuknya menyerupai kelopak mawar. Moses tidak pernah memberikan bunga mawar untuk Mona, dan gadis itu kini telah menikah dengan lelaki lain dari desa lain yang sangat jauh dimana ada banyak bunga mawar di kebunnya.

Moses mabuk. Mabuk karena marah, karena kesal dan kecewa. Dia pemuda paling konyol yang pernah hidup di dunia ini. Menanam beringin, tapi tumbuh menjadi mawar. Setelah menerima kemawaran tanaman itu, akhirnya malah tumbuh menjadi pohon aneh yang tidak jelas. Dan gara-gara tidak punya mawar, dia kehilangan cinta sejatinya. Dalam pengaruh alkohol, cegukan karena mabuk, Moses pulang ke sawah dan membongkar gudang. Diambilnya kampak dari sana lalu menghadapi pohon mawar aneh itu.

“Hei! Aneh! Sinting! Kamu ini mawar atau beringin? Kamu tidak jelas, kamu membuatku kecewa terus sejak aku masih kecil. Kau membuang waktuku, waktu yang harusnya kugunakan untuk bermain tapi kupakai untuk menyirami kamu. Kembalikan hidupku yang kau sia-siakan!” Moses Spirits mengayunkan kampaknya untuk menebang pohon itu sampai tumbang.

Saat matahari menyingsing, Will berdiri bagaikan patung di hadapan serpihan-serpihan kayu dan dedaunan berwarna merah yang bertaburan di sekitarnya. Kerja kerasnya bertahun-tahun, harapan dan impiannya, berserakan di atas tanah tandus. Tanah subur dan gembur, ladang persawahan dengan pemandangan seindah surga bagi keturunannya, sirna hanya karena cucunya patah hati ditinggal perempuan yang ingin mawar.

“Kerja kerasku … kenapa kau luluh lantakkan kerja kerasku? Ini impianku yang kuangkat demi kau juga, kenapa kau begitu egois, Moses?!” gigi-gigi Will yang mulai tanggal itu bergemeletak karena kesalnya. Ia meletakkan telapak tangannya di wajah untuk menampung air matanya yang mengalir ke siku dan jatuh ke atas tanah gersang.

Will …?” kakek itu mendengar namanya dipanggil oleh seorang gadis. Bulu romanya berdiri, merinding mendengar bisikan angin, “ … Will? Kau dengar aku?”

Will hanya terisak, tubuhnya sudah lelah, tangannya sudah gemetar, hidupnya tak lama lagi. Tidak yakin dia punya kekuatan lagi. Dia hanya ingin mati. Dia sudah pasrah apabila keturunannya kelak harus hidup menderita di sini, atau harus pergi meninggalkan tanah yang sudah diwariskan dari kakek buyutnya ini.

Will?” sekali lagi daun telinga yang berkeriput itu menangkap suara angin memanggilnya. “… jangan menyerah!

Will mengusap matanya, menyudahi tangisannya. Ia menyentuh yang tersisa dari pohon tersebut, dan bertekad; sebelum nafasnya benar-benar berhenti, sebelum kakinya lumpuh, sebelum tangannya kaku, sebelum matanya buta, dan sebelum dia sudah benar-benar tidak bisa berbuat apapun lagi, dia akan terus bangkit.

“Mari, Beringin Mawar, kita mulai lagi.” Bisiknya.

Will bangkit dan berjalan ke desa sebelah untuk mengambil air.

Tiga tahun kemudian, pohon yang mati itu kembali tumbuh menjadi Beringin Mawar. Will mulai mengerti bahwa benih itu bisa mendengar. Maka Will membisikkan kata-kata tertentu saat berbicara dengan Beringin Mawar. “Semoga batangmu tumbuh sedemikian kuat sehingga tidak ada satu belatipun yang mampu menyakitimu.”

Dan itulah yang terjadi. Taifun datang dan mengobrak-abrik apapun yang dilewatinya termasuk rumah Will. Tapi Beringin Mawar itu sangat kuat dan kokoh, tidak tergoyahkan oleh angin badai. Pertama, datanglah burung membangun sarang di dahannya, kemudian kelinci dan tupai. Beringin Mawar melindungi mereka. Dedaunannya kini berwarna merah muda dan berkilau apabila terkena cahaya.

Dengan bangga Will menyentuh batang Beringin Mawar itu dan menyadari ada luka-luka parut di sepanjang dahannya yang telah mengering. Sadarlah dia bahwa Moses masih sering datang untuk mencoba menebang Beringin Mawar.

Malam itu Will berpura-pura tidur dan melihat bayangan Moses datang ke sawahnya membawa kampak. Dari bibirnya terdengar makian, “matilah kau monster!”

Tadinya Will berniat untuk menghampiri cucunya, sampai dia menyadari bahwa Si Beringin Mawar tidak butuh pertolongannya. Kampak Moses terbelah dua. Dan pemuda itu berlutut di hadapan Beringin Mawar. Kalah.

“Apa yang kau lakukan, Moses?” tanya Will.

“Kakek, buka matamu baik-baik. Mana ada pohon seperti ini? Jelas ada setan masuk ke dalamnya!”

“Bukan, bukan setan. Kau hanya tidak memahaminya, maka kau takut padanya.”

“Aku harus membunuhnya, Kakek, atau seluruh desa akan terkutuk!”

“Dengan apa?” tanya Will enteng. “Lihatlah baik-baik. Dia selalu belajar. Apapun yang kau lakukan, hanya membuatnya menjadi semakin kuat.”

“Itulah sebabnya kukatakan ada setan hidup di dalamnya! Sadarlah Kakek!”

“Ini bukan setan, akhirnya aku mengerti apa esensi pohon ini. Sesungguhnya, benih yang kau temukan dua puluh lima tahun lalu itu bukan benih mawar ataupun beringin. Dia adalah benih universal yang merupakan raja segala tanaman. Dia bisa tumbuh menjadi apapun, dan kemampuan beradaptasinya sangat baik sehingga membuatnya abadi. Kau sadar sebaiknya dia dinamakan apa?”

“Aku tidak peduli, ini aneh dan mengerikan, aku ingin dia musnah!”

“Harapan, Impian. Selama hasrat dan keinginan masih terus memeliharanya, impian itu takkan sirna. Ia akan belajar dan menyesuaikan diri, membangun dirinya menjadi lebih kuat agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Ya. Aku menamakan pohon ini; Impian!”

“Kau tahu, Kek? Aku rasa setan itu juga telah meracunimu!”

Moses meninggalkan kakeknya dan menghilang ke desa. Dia menceritakan kepada seluruh desa mengenai apa yang dialaminya. Seluruh desa ketakutan. Setan telah merasuki William dan tak lama lagi, setan akan merasuki mereka juga. Dari ketakutan timbul kemarahan. Mereka harus melakukan sesuatu agar suasana mencekam itu menghilang. Maka mereka mengumpulkan minyak dan menyalakan obor. Penduduk desa bersatu mendatangi persawahan William Spirits dan menuntut agar pohon itu ditebang atau dimusnahkan.

“Pohon ini adalah impianku, aku mendedikasikan hidupku untuknya. Aku berjuang untuk mewujudkan impianku, melalui Beringin Mawar!” William berkata kepada mereka di depan Beringin Mawar. “Bila kalian ingin membunuhnya, bunuh aku juga!”

Maka mereka membunuh William Spirits, dan membakarnya bersama dengan Beringin Mawar. Ketika asap naik ke langit, mereka percaya Tuhan telah tersenyum pada mereka karena menyingkirkan setan. Mereka berpesta, menari dan mabuk untuk merayakan kebebasan mereka dari perwujudan iblis. Moses tidak pernah terlihat lagi, pemuda itu meninggalkan desa untuk mencari tempat baru.

Sedikit yang mereka tahu, abu William yang bersatu dengan abu Beringin Mawar itu tumbuh menjadi sebatang Beringin Mawar baru yang tidak lagi mempan terbakar. Dahannya kini menghitam sepenuhnya, hitam yang legam menyerupai batu obsidian. Daunnya masih berwarna merah muda yang ketika terkena cahaya akan memantulkan pelangi di atasnya sehingga tampak seperti mahkota. Ketika dedaunannya bergesek, terdengar irama merdu bagai nyanyian angin yang hangat.

Penduduk ketakutan dan ingin membunuhnya sekali lagi. Tapi tak ada apapun yang bisa mereka lakukan untuk membunuhnya. Karena itulah, mereka meninggalkan desa sehingga hanya ada hewan yang hidup di sana.

Tahun berlalu, Beringin Mawar akhirnya berbuah. Setelah matang, buah itu jatuh ke tanah dan pecah. Airnya membanjir ke tanah gersang dan menyuburkan tempat itu.

Puluhan tahun berlalu, Joshua Spirits adalah seorang pengelana muda yang bersemangat dan keras kepala. Dia sampai di hadapan Beringin Mawar dan menemukan sumur di dekatnya dimana dia bisa minum air segar sepuas hatinya. Jatuh cinta pada surga di atas bumi itu, Joshua Spirits pulang ke kampung halamannya. Dia kembali lagi membawa seluruh keluarganya untuk menghuni surga di atas bumi.

Selesai

Mengatasi Writer's Block

Sebelum bicara, mari kita satukan pandangan dengan memulainya dengan definisi. Writer's block adalah kondisi dimana seorang penulis tidak bisa melanjutkan tulisannya, tidak bisa menulis, tidak punya ide, mati inspirasi, pokoknya segala kondisi dimana penulis tidak bisa menulis apapun padahal dia sudah berhadapan dengan kertas dan pena di tangan, atau komputer. Seperti mau minum, ada gelas, ada mulut, tapi ga ada air.

Banyak hal yang dapat mengakibatkan writer's block, di antaranya suasana hati, atau pikiran gak fokus, atau ada sesuatu yang menghalangi mindset sehingga rangkaian huruf yang harusnya sudah dipikir masak-masak itu gak tertulis juga. Tapi apapun penyebab writer's block anda, untuk menghilangkannya anda terlebih dahulu harus menyelidiki apa yang membuat anda mengalami writer's block.

Kasus paling sederhana adalah tidak ada ide.
Pergilah ke tempat yang bisa memberi inspirasi bagi anda. Bila anda seorang ekstrovert, mungkin anda akan mendapatkan inspirasi setelah hangout bareng sahabat atau ketemu teman baru, atau habis nonton siaran berita di tv mungkin. Bila anda seorang introvert, mungkin kamarmandi atau membaca buku tertentu bisa memberi anda ide apa yang akan anda tulis.

Ingatlah bahwa anda tidak akan bisa menulis sesuatu bila anda tidak tahu apapun.
Kegiatan menulis hampir sama dengan kegiatan berbicara, dan keduanya merupakan satu aktivitas: merealisasikan sesuatu yang abstrak dalam pikiran anda. Maka dari itu pikiran anda menentukan apa yang akan anda tulis. Semakin banyak yang anda pikirkan, semakin banyak yang bisa anda tulis. Semakin banyak pengetahuan yang anda miliki, semakin kaya tulisan anda.
Untuk memperluas pengetahuan, anda bisa membaca banyak buku, menonton film dokumenter, atau mengobrol dan mendengarkan banyak orang dari berbeda latar belakang. Bukalah pikiran dan hati anda tanpa rasa takut dan lihatlah dunia seperti genre tulisan yang ingin anda tulis.

Seperti musik, tulisan juga merupakan representasi dari suasana hati (dan pikiran, tentunya).
Maka dari itulah kadang-kadang emosi bisa membuat kita lancar menulis. Namun pada kasus-kasus tertentu, seringkali justru emosi negatif membuat kita jadi kesulitan menulis. Hadapilah emosi negatif dengan baik, sehingga energi negatif tersebut tidak berubah menjadi momok yang hendak menelan anda sendiri dan mematikan semangat anda.

Beberapa hal lain yang bisa menimbulkan writer's block adalah rasa takut.
Pernahkah anda merasa takut apa reaksi orang lain terhadap tulisan anda? Saya tidak akan menyarankan anda untuk mengabaikan semua komentar buruk terhadap tulisan anda, maupun untuk menerima semua komentar, kritik dan saran. Tenangkan pikiran dan hati saat membaca komentar pedas atau yang tidak anda sangka dan cobalah melihat dengan kepala dingin tanpa menjadikannya urusan personal. Jangan tersinggung bila si pengkritik menyebut anda bersikap defensif, karena kritikus pun juga bisa bersikap defensif saat kritik mereka dikritik balik. Bila ini terjadi, bersikaplah dewasa dan hindari konflik yang tidak diperlukan. Bila anda tidak siap untuk membacanya baik-baik, abaikan dulu baru suatu saat setelah anda bisa menerima dengan kepala dingin, baca kembali komentar tersebut dan uji benar atau tidaknya dengan adil. Dengan demikian anda bisa lebih dewasa dalam memperlakukan kritik tidak menyenangkan. Ingatlah bahwa konflik akan menjadikan anda merasa takut. Dan tidak ada pembunuh inspirasi yang lebih hebat daripada rasa takut.

Bila writer's block tidak kunjung hilang, cobalah untuk membaca buku novel lain atau bermain-main di bidang lain seperti game atau piknik. Ingatlah selalu untuk menjaga energi anda tetap positif sebelum menulis, sekalipun sedang menulis sesuatu yang kelam.